Sabtu, 07 Desember 2013

STRUKTURALISME GENETIK DALAM CERPEN SLUM KARYA HANIF NASHRULLAH

STRUKTURALISME GENETIK DALAM CERPEN SLUM KARYA HANIF NASHRULLAH
TUGAS UAS TEORI SATRA
Iwan Sugianto
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai sebuah karya imajiner fiksi menawarkan berbagai permasalahan manusia dan kemanusiaan, hidup dan kehidupan pengarang dalam menghayati berbagai permasalahan dengan penuh kesungguhan yang kemudian diungkapkan kembali melalui sarana fiksi sesuai dengan pandangannya. Oleh karena itu, fiksi, menurut Altenbernd dan Lewis (dalam Nurgiyantoro, 2005: 2) dapat diartikan sebagai “prosa naratif yang bersifat imajinatif, namun biasanya masuk akal dan mengandung kebenaran yang mendramatisasikan hubungan-hubungan antarmanusia. Pengarang mengemukakan hal itu berdasarkan pengalaman dan pengamatan terhadap kehidupan. Namun, hal itu dilakukan secara selektif dan dibentuk sesuai dengan tujuan yang sekaligus memasukkan unsur hiburan dan penerangan terhadap pengalaman kehidupan manusia”. Penyeleksian pengalaman kehidupan yang akan diceritakan dalam sebuah karya prosa baik novel, cerpen, drama, puisi, tentu saja, bersifat subjektif.
Fiksi menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia dalam interaksinya dengan lingkungan dan sesama interaksinya dengan diri sendiri, serta interaksinya dengan Tuhan, Fiksi merupakan hasil dialog kontemplasi, dan reaksi pengarang terhadap lingkungan dan kehidupan. Walau berupa khayalan, tidak benar jika fiksi dianggap sebagai hasil kerja lamunan belaka, melainkan penghayatan dan perenungan secara intens, perenungan terhadap hakikat hidup dan kehidupan, perenungan yang dilakukan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.
Fiksi merupakan karya imajinatif yang dilandasi kesadaran dan tanggung jawab dari segi kreativitas sebagai karya seni, dan menawarkan “model-model” kehidupan sebagaimana yang diidealkan oleh pengarang sekaligus menunjukan sosoknya sebagai karya seni yang berunsur estetik dominan.
Menurut Wellek dan Werren (dalam Nurgiyantoro 2005: 6) mengemukakan bahwa realitas dalam karya fiksi merupakan ilusi kenyataan dan kesan yang menyakinkan apa yang akan ditampilkan, namun tidak selalu merupakan kenyataan sebenarnya. Sarana untuk menciptakan ilusi yang dipergunakan untuk memikat pembaca agar mau memasuki situasi yang tidak mungkin atau luar biasa, adalah dengan cara patuh pada detail-detail kenyataan kehidupan sehari-hari. Kebenaran situasional tersebut merupakan kebenaran yang lebih dalam dari pada sekedar kepatuhan pada sehari-hari itu. Terhadap realitas kehidupan karya fiksi akan membuat distansi estetis, membentuk dan memuat artikulasi. Dengan cara itu, ia mengubah hal-hal yang terasa pahit dan sakit jika dialami dan dirasakan pada dunia nyata, namun menjadi menyenangkan untuk direnungkan dalam karya sastra.
Sastrawan menulis karya sastra, antara lain, untuk menyampaikan model kehidupan yang diidealkan dan ditampilkan dalam cerita lewat para tokoh. Dengan karya sastranya, sastrawan menawarkan pesan moral yang berhubungan dengan sifat-sifat luhur kemanusiaan, memperjuangkan hak dan martabat manusia. Sifat-sifat itu pada hakikatnya universal, artinya diyakini oleh semua manusia. Pembaca diharapkan dalam menghayati sifat-sifat ini dan kemudian menerapkannya dalam kehidupan nyata. Cerpen Slum karya Hanif Nashrullah sangatlah tepat menggunakan pedekatan teori Srtukturalisme genetik sebab dalam cerpen tersebut banyak mengandung unsur-unsur sosial yang terjadi dalam masyarakat atau banyak di alami oleh masyarakat sehari-hari.
Secara definitif strukturalisme berarti paham mengenai unsur-unsur, yaitu struktur itu sendiri, dengan mekanisme antarhubungannya, disatu pihak antarhubungannya unsur yang satu dengan unsur lainnya, dipihak yang lain hubungan antara unsur (unsur) dengan totalitasnya. Hubungan tersebut tidak semata-mata bersifat positif, seperti keselarasan, kesesuaian, dan kesepahaman, tetapi juga negatif, seperti konflik dan pertentangan. Istilah sturuktur sering dikacaukan dengan sistem. Definisi dan ciri-ciri struktur disamakan dengan sistem. Secara etimologis sturuktur berasal dari kata structura (Latin), berarti bentuk, bangunan, sedangkan sistem barasal dari kata systema (Latin), berarti cara. Struktur dengan demikian menunjuk pada kata benda, sedangkan sistem menunjuk pada kata kerja. Strukturalisme memberikan perhatian terhadap analisis unsur-unsur karya. Setiap karya sastra, baik karya sastra dengan jenis yang sama maupun berbeda, memiliki unsur-unsur yang berbeda. Disamping sebagai akibat ciri-ciri tersebut, perbedaan unsur juga terjadi sebagai akibat perbedaan proses resepsi pembaca. Dalam hubungan inilah karya sastra dikatakan sebagai memiliki ciri-ciri yang khas, otonom, tidak bisa digeneralisasikan. Setiap penelitian akan memberikan hasil yang berbeda. Meskipun demikian perlu dikemukakan unsur-unsur pokok yang terkandung dalam ketiga jenis karya, yaitu: prosa, puisi, dan drama. Unsur-unsur prosa, diantaranya: tema, peristiwa atau kejadian, latar atau seting, penokohan atau perwatakan, alur atau plot, sudut pandang, dan gaya bahasa. Unsur-unsur puisi, di antaranya: tema, stilistika atau gaya bahasa, imajinasi atau persajakan, diksi atau pilihan kata, simbol, nada dan enjambemen. Unsur-unsur drama, dalam hubungan ini drama teks, di antaranya: tema, dialog, peristiwa atau kejadian, latar atau seting, penokohan atau perwatakan, alur atau plot, dan gaya bahasa.
Sastra sebagai salah satu hasil karya manusia tidak hanya memberikan kesenangan pada pembaca dan masyarakat, tetapi juga menyajikan nilai-nilai kehidupan bagi manusia melalui peristiwa-peristiwa yang diangkatnya. Paparan peristiwa yang diangkatnya dalam karya sastra tidak selamanya diartikan imajiner dan fiksi, sebab peristiwa dan kejadian itu bersifat universal. Keuniversalan itulah, seringkali peristiwa yang diketengahkan dalam sastra bersifat komplek (Damono, 1978: 6 ). Dalam hal ini pengarang sebagai penghasil karangan selalu dihadapkan pada realita sosial dan situasi pola pemikirannya. Kedua aspek itu menunjukkan bahwa fungsi sastrawan adalah pembawa ide-ide yang terkait dengan aspek sosial di masyarakat ke dalam sebuah karya sastra. Pengarang merefleksikan aspek sosial tersebut kedalam sebuah karya sastra yang intens, dan intensitas yang tingi akan mempengaruhi eksistensi sebua karya sastra dalam diri masyarakat.
Karya sastra tidak hanya mengungkapkan apa yang terdapat dalam lingkungan sosial, melainkan sebuah hasil kreatif. Dalam hal ini proses imajinatif dan faktor-faktor eksternal lainnya dijadikan bahan pertimbangan dalam mengkongkritkan karya-karyanya. Karna kaitannya dengan bentuk karya sastra dan proses kreatif pengarang memproyeksikan aspek kehidupan sosial ini sangat berlainan.
Sebagai suatu pendekatan, stukturalisme mencakup segalah bidang meliputi fenomena kemanusiaan yang terdiri atas ilmu-ilmu sosial murni (antropologi, sosiologi, politik, ekonomi, dan psikologi), dan ilmu-ilmu kemanusiaan (sastra, sejarah, linguistik) dan seni rupa. Luasnya cakupan pendekatan didasarkan pada kenyakinan kaum strukturalis bahwa segala manifestasi kegiatan sosial berupa bahasa (Damono,1978: 32).
1.2 Rumusan Masalah
Strukturalisme genetik merupaka pendekatan sastra yang lahir sebagai reaksi dari pendekatn struralisme murni yang antihistoris dan kausal, dan pendekatan ini merupakan satu-satunya pendekatan yang mampu merekontruksi pandangan dunia pengarang. Jadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana gambaran fakta kemanusian dalam cerpen Slum karya Hanif Nashrullah?
2. Bagaimana gambaran subjek kolektif dalam cerpen Slum karya Hanif Nashrullah?
1. 3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah tersebut di atas penelitian ini bertujuan:
1. Ingin mendeskripsikan gambaran fakta kemanusiaan dalam cerpen Slum karya Hanif Nashrullah.
2. Ingin mendeskripsikan gambaran subjek kolektif dalam cerpen Slum karya Hanif Nashrullah
1. 4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan perbendaharaan pustaka tentang kajian strukturalisme genetik khususnya bagi pengajaran presiasi novel, dan penulisan ktratif sebuah karya.
2. Sebagai penerapan tori yang didapat di bangku kuliah.
1.4.2 Manfaat Praktis
Sebagai bahan rujukan bagi penikmat jenis prosa fiktif khususnya novel agar lebih kreatif dalam penulisan karya novel.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
Teori berasal dari kata theoria (bahasa Latin). Secara etimologis teori berarti kontemplasi terhadap kosmos dan realiatas. Pada tataran yang lebih luas, dalam hubungannya dengan dunia keilmuan teori berarti perangkat pengertian, konsep proposisi yang mempunyai korelasi, dan telah teruji kebenarannya. Dengan kalimat lain, tujan akhir suatu ilmu adalah melahirkan sebuah teori. Meskipun demikian, sebuah teori, dengan tingkat keumuman yang tinggi dapat dimanfaatkan untuk memahami sejumlah disiplin yang berbeda. Dalam aplikasi inilah sebuah teori dibuktikan kebenarannya, objektivitasnya, sistematisasinya, dan keumumamnnya, sekaligus aspek pragmatisnya. Pada dasarnya teori dengan prakteknya, kumpulan konsep dengan kumpulan data penelitian, bersifat saling membantu saling melengkapi seperti dijelaskan di atas, objek melahirkan sebuah teori, sebaliknya teori memberikan berbagai kemudahan untuk memahami objek. Dengan dibantu oleh metode dan teknik, teori memungkinkan ilmu pengetahuan berkembang secara lebih cepat.
2.1.1 Konsep Prosa
Prosa dalam pengertiaan kesastraan juga disebut fiksi (fiction), teks naratif (naratif text) atau wacana naratif (narrative discource) (dalam pendekatan struktural dan semiotik). Istilah fiksi dalam pengertiaan ini berarti cerita rekaan (disingkat: cerkan) atau cerita khayalan. Hal itu disebabkan fiksi merupakan karya naratif yang isinya tidak meyaran pada kebenaran sejarah Abrams (dalam Nurgiantoro 2005: 61). Karya fiksi, dengan demikian, menyaran pada suatu karya yang tidak ada terjadi sungguh-sungguh, sehingga ia tidak perlu dicari kebenarannya pada dunia nyata. Dan prosa juga bisa dikatakan suatu karangan bebas yang tidak terkait oleh irama dan rima yang dihasilkan melalui bentuk tulisan oleh suatu proses kreatif seorang pengarang dalam usaha melukiskan, menggambarkan pengalaman kehidupan dalam suatu kejadian atau peristiwa melalui gerak-gerik tokohnya yang ada dalam sebuah karya baik novel, puisi, dan drama.
2.1. 2 Klasifikasi Prosa
Menurut Nurgiatoro (2005: 2) bahwa secara umum bentuk atau genre sastra ada tiga macam yaitu: (1) Puisi, (2) Cerpen, (3) dan Drama.
1. Puisi
Menurut Damono (dalam Saini KM, 1993: 140) puisi merupakan salah satu bentuk komunikasi, diantara berbagai bentuk komunikasi lainnya. Puisi yang baik dengan demikian, harus memiliki persyaratan yang dimiliki oleh sarana komunikasi yang baik lainnya. Dalam komunikasi harus terlibat unsur pengiriman pesan, medium dan penerima. Dalam hubungannya dengan puisi pengirim adalah penyair, pesan adalah pengalaman yang hendak disampaikan, sedang medium adalah bahasa dan penerima adalah pembaca atau bahasa sebagai medianya.
2. Cerpen
Cerpen sudah sangat lama dikenal sekali dikalangan masyarakat seiring dengan berkembangnya berbagai macam karya seni berupa tulisan juga seperti novel dan juga puisi, cerpen cukup sangat diminati. Selalu terkesan mempunyai inti cerita yang unik membuat cerpen begitu banyak diminati karena banyak orang yang mengaku membaca cerpen tidak membosankan walaupun cerita nya sangat pendek dibandingkan dengan sebuah novel atau pun dongeng.
3. Drama
Menurut (Pramana, 1998: 21) drama merupakan suatu kegiatan manusia yang secara sadar menggunakan tubuhnya sebagai alat atau media utama untuk menyatakan rasa dan karsanya, mewujud dalam suatu karya (seni). Di dalam menyatakan rasa dan karsanya itu, alat atau media utama tadi ditunjang oleh unsur gerak, unsur suara dan atau bunyi, serta unsur rupa lainnya. Atau drama bisa dikatakan suatu prose kreatif seorang sutradara dalam karya tulisnya yang diaktualisasikan dalan bentuk pertunjukan dan para tokohnya dimainkan untuk kelompok beberapa aktor.
2.1. 3 Konsep Strukturalisme Genetik
Pendekatan strukturalisme berusaha meneliti teks sastra dari segi sturktur, dengan melihat komponen-komponen yang membangun dan hubungan antar komponen tersebut. Setelah mendapatkan kesatuaan dan keutuhan teks, lalu dicari hubungannya dengan aspek sosio-budaya yang melatarbelakanginya. Dari penghubungan inilah sastra diharapkan makna teks sastra dapat dikonkritkan. Strukturalisme genetik mendiskripsikan pendekatannya dengan dua prinsip pokok, yaitu strukturalisme dan genetik. Pengertian strukturalisme dikoreksi dengan memaksukan faktor genetik di dalam pemahaman sastra.
Pecetus pendekatan strukturalisme genetik adalah Lucien Goldman seorang ahli sastra perancis. Teori Lucien Goldman didasarkan pandangan yang dikemukakan oleh George Luckas. Prinsip-prinsip pendekatan strukturalisme genetik adalah: (1) ciri khas studi sastra adalah mulai dari kesatuan, koheresi, dan konsepsional; (2) dalam menganalisis, struktur sastra harus diteleti secara cermat oleh pembaca dengan sifat otonom dan imajinernnya; (3) makna karya sastra mewakili pandangan dunia penulis sebagai wakil kelompok masyarakat tertentu; dan (4) genetik karya sastra adalah penulis dan latar belakang struktur sosial (kenyataan sejarah) karya sastra tersebut (Damono,1979: 42)
Menurut (Saraswati, 2003: 75) sebagai suatu metode, strukturalisme memiliki beberapa ciri. Pertama, perhatiaan terhadap keutuhan, terhadap totalitas. Yang menjadi dasar telaah strukturalisme bukanlah bagian-bagian totalitas itu, tetapi jaringan hubungan yang ada antara bagian-bagian itu, yang menyatukannya menjadi totalitas. Kedua, strukturalisme tidak menelaah struktur permukaannya, tetapi struktur yang ada di bawah atau di balik kenyataan empiris. Ketiga, analisi yang dilakukakan menyangkut struktur yang sinkronis dan bukan yang diakronis. Keempat, strukturalisme adalah metode pendekatan yang antikausal (bukan sebab-akibat tetapi hokum perubahan bentuk).
a. Fakta Kemanusiaan
Fakta kemanusiaan disebutkan bahwa dapat berwujud aktivitas sosial, politik maupun kreasi kultur. Menurut Goldmann (dalam Saraswati, 200: 76) bahwa fakta kemanusiaan merupakan suatu struktur yang berarti, jadi ada sturukturnya dan ada artinya. Dikatakan mempunyai arti karena fakta kemanusiaan itu merupakan respons dari subjek kolektif atau induvidu, sebagai upaya untuk mengubah situasi yang ada agar sesuai atau cocok bagi aspirasi subjek itu, yaitu dalam upaya mecapai keseimbangan dengan dunia sekitar. Goldmann yang meminjam psikologi Piaget (yang disebut strukturalisme). Piaget mengemukakan bahwa manusia dan lingkungan sekitar selalu berada dalam proses strukturasi timbal balik yang bertentangan tapi sekaligus saling mengisi, yaitu asimilasi dan akomodasi. Di satu pihak manusia selalu berusaha mengasimilasikan lingkungan sekitar ke dalam skema pikiran dan tindakannya. Di pihak lain usaha itu tidak selalu berhasil karena adanya berbagai rintangan. Dalam hal ini manusia tidak mengasimilasikan lingkungan terhadap dirinya melainkan mengakomodasikan dirinya ke dalam lingkungan tersebut. Dalam proses asimilasi dan akomodasi itulah karya sastra sebagi fakta kemanusiaan memperoleh artinya. Proses tersebut sekaligus merupakan genisis dari struktur karya sastra.
b. Gambaran Subjek kolektif
Berdasarkan dengan subjek kolektif dalam novel Para Priyanyi karya Umar Kayam, hal ini dapat dikaitakan dengan status kelas dalam masyarakat. Menurut Goldmann (dalam Saraswati, 2000: 77) yang menentang anggapan Freud yang lebih menekankan subjek sebagai subjek individual seperti tampak pada peran libido dalam struktur kepribadian. Yang ditentang adalah kecendrungan untuk mengembalikan semua fakta kemanusiaan (seperti revolosi sosial, politik, ekonomi dan karya-karya kultural yang besar) kepada subjek induvidual. Induvidu dengan dorongan libidonya tidak mampu menciptakan fakta-fakta tersebut, sedangkan yang dapat menciptakannya adalah subjek transindividual. Subjek transindividual adalah subjek yang mengatasi induvidu yang di dalamnya induvidu hanya merupakan bagian. Subjek transindividual itu bukan merupakan kumpulan induvidu yang berdiri sendiri-sendiri melainkan merupakan satu kesatuan itulah yang disebut subjek kolektif. Subjek kolektif itulah yang merupakan subjek karya sastra yang besar, menurut Goldmann subjek kolektif tersebut sebagai kelas sosial dalam pengertian Marxis; kelompok itulah yang dalam sejarah telah menciptakan satu pandangan yang lengkap dan menyeluruh mengenai kehidupan dan yang telah mempengaruhi perkembangan sejarah umat manusia hal ini dapat dikaitkan dengan status kelas dalam masyarakat
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode deskripsi kualitatif yang fungsinya untuk menggambarkan objek yang diteleti untuk memperoleh sebuah kesimpulan (Arikunto, 1989: 195). Metode kualitatif yaitu sebuah penelitian yang menghasikan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang diamati. Hal itu digunakan karena peneliti ingin mendeskripsikan fakta kemanusiaan dan subjek kolektif cerpen Slum karya Hanif Nashrullah
Jenis penelitian pada cerpen Slum karya Hanif Nashrullah menggunakan jenis penelitian kualitatif, karna peneliti mendeskripsikan permasalahan-permasalahan yanga ada dalam rumusan masalah.
3. 2 Data dan Sumber Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah data yang ada berupa struktur cerita, dialog atau monolog yang ada dalam novel yang berkaitan dengan:
(1) fakta kemanusiaan; (2) gambaran subjek kolektif; Sumber data dalam penelitian ini bersumber dari cerpen Slum karya Hanif Nashrullah.
3. 3 Teknik Pengumpulan Data
Data yang diharapkan dalam penelitian ini adalah data yang valid sehingga teknik yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik dokomentasi dengan cara membaca novel berulang-ulang sehingga paham terhadap isi teks dan membaca kalimat atau dialog yang ada dalam halaman-halaman penting pada cerpen Slum karya Hanif Nashrullah.
3. 4 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dilakukan dengan cara memprediksi masalah-masalah yang sesuai dengan tujuan penelitian, menginterpretasikan masing-masing kategori data yang sesuai dengan rumusan masalah. Maka teknik analisis ini menggunakan stratagi analisis strukturalisme genetik Goldmann. Analisisnya menitik beratkan pada:(1) fakta kemanusian dalam cerpen Slum karya Hanif Nashrullah ; (2) Subjek kolektif dalam cerpen Slum karya Hanif Nashrullah
BAB IV
ANALISIS DATA
3.1 Pengantar
Sesuai dengan rumasan masalah penelitian ini, maka hasil analisis data secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu (1) analisis gambaran fakta kemanusiaan dalam cerpen “Slum” karya Hanif Nashrullah (2) analisis gambaran subjek kolektif dalam cerpen “Slum” karya Hanif Nashrullah, (3) analisis gambaran pandangan dunia dalam cerpen “Slum” karya Hanif Nashrullah. Ketiga hasil analisis itu tercakup dalam deskripsi berikut ini:
3.2 Analisis Fakta Kemanusiaan
Menurut Faruk (1999: 12) mengatakan bahwa Fakta kemanusiaan adalah segala aktivitas atau perilaku manusia baik yang verbal maupun yang fisik, yang berusaha dipahami oleh ilmu pengetahuan. Fakta itu dapat berwujud aktivitas sosial tertentu, aktivitas politik tertentu , kreasi kultural.
1. Aktivitas Sosial
Meskipun mempunyai wujud bermacam-macam aktivitas sosial itu pada akikatnya merupakan suatu aktivitas sosial yang mempunyai peranan dalam sejarah, Faruk (1999: 12). Dalam cerpen “Slum” karya Hanif Nashrullah terdapat beberapa hal yang termasuk dalam aktivitas social diantaranya adalah:
“akhirnya melalui sebuah musyawarah mufakat yang berlangsung singkat< tidak lebih dari duapuluh menit, Brill Herdiansyah terpilih menjadi ketua RT dikampung yang terletak ditengah pasar ini”.
Data di atas menunjukkan adanya aktivitas social yakni terjadinya interaksi masyarakan dan menunjukkan rasa saling membutuhkan meski itu hanya dalam tingkat pemilihan RT. Mereka juga mempercayai seseorang yang dianggap bisa menjadi pemimpin ditingkat kampong mereka.
“kau pikir aku bangga jadi ibu RT?? Dari ujung gang sana tadi semua orang sambil membungkukkan badannya menyapaku, “selamat pagi bu RT” kau pikir aku bangga jadi bu RT, bahkan seisi pasar kini hormat padaku dan semuanya menyapa “selamat pagi bu RT”.
Dari data di atas menunjukkan adanya rasa hormat yang merupakan bentuk interaksi social yakni saling menghormati, apalagi kepada istri pemimpin kampong mereka. Hal tersebut membuktikan kalau hidup di dunia ini salah satu sifat yang kita miliki adalah rasa hormat baik itu kepada sesama atau kepada atasan sekalipun.
“pun Brill dan istrinya, pasangan suami istri muda mudi itu sudah mulai akur dan disibukkan oleh aktivitasnya masing-masing. Ika sebagai dosen yang sering bepergian keluar kota melakukan penelitian dan menghadiri seminar ilmiah yang lebih banyak diundang sebagai pembicara”
Data di atas menunjukkan bahwa dalam berinteraksi social janganlah terlebih dahulu mendahulukan emosi. Selain menyebabkan konflik social jika kita mendahulkan emosi dapat juga terjadinya kesalahpahaman antar masyarakat. Oleh karenanya kita harus sabar dan menerima dalam menjalani hidup ini.
“ujian pertama brill sebagai ketua RT tak lain datang dari tetangga depan rumahnya sendiri. Brill melihat sudah seminggu ini rumah yang terletak persis di depan rumahnya yang selam ini kosong itu mulai dibangun. Sebagai penduduk pendatang yang baru saja pindah, meski kini menjabat ketua RT ditempatnya, Brill tentu tidak kenal dengan pemilik rumah yang tepat berada di dpannya itu”
Dari data di atas menunjukkan kita harus saling mengenal satu sama lain. apalagi dengan tetangga terdekat kita, karena jika kita mengaami sesuatu yang tidak kita duga maka tetanggalah yang akan pertama kali menolongnnya. Sebagai pemimpin kita juga wajib mengetahui keadaan warga yang dipimpinnya.
“... Di sisi lain Brill sungguh tidak tahu gimana caranya menyampaikan kepada mbah surip, orang yang sudah terlihat sepuh meski baru saja diinformasikan usianya masih 65 tahun, untuk mengatakan bahwa acara tujuhbelasan malam ini tanpa ceramah perjuangan. Brill harus mengatakan itu tanpa membuat tersinggung orang yang bersangkutan”
Peristiwa di atas menunjukkan saling menghargai antar manusia dalam berinteraksi. Jika ada pepatah yang mengatakan mulutmu adalah harimaumu, pepatah tersebut menganjurkan agar kita berhati-hati dalam berbicara baik kepada yang lebih muda, seumuran atau apalagi kepada orang yang lebih tua.
“saya tidak mau tahu, gimana caranya mulai malam ini bapak umumkan kepada para undangan bahwa pada hari ketiga pesta akan dipindah ke tempat lain entah di mana. Kalau tidak saya akan panggil polisi untuk membongkarnya secara paksa.”
Dari data di atas mengandung makna bahwa setiap pemimpin atau kita harus mendahulukan kepentingan orang banyak daripada kepentingan pribadi atau individu. Apalagi itu sampai menggagu masyarakat dengan mendirikan terop di jalan selama tujuh hari. Kita juga harus sadar kalau apapun yang kita kerjakan bukan hanya atas dasar atau keuntungan kita, kita juga harus memikirkan orang lain.
2. Aktivitas Politik
David Easton (dalam Haryanto, 1982: 13) bahwa politik merupakan sebagai suatu sistem kegiatan, dan hubungannya dengan lingkungan sangat erat karena sisitem politik dipengaruhi oleh segalah macam hal yang terjadi di sekelilingnya. Berbagi macam pengaruh yang berasal dari lingkungan itu mengalir masuk ke dalam sistem politik.
“… Karenanya, pemilihan ketua RT nanti malam haruslah benar-benar memilih sosok warga yang cerdas dan pemberani. Khususnya mampu berunding dengan pihak pemkot dan pengembang agar kalaupun mentok harus mendapat ganti rugi setidaknya jumlah nominalmnya sepadan dan dapat menyenangkan keduabelah pihak”.
Data di atas menunjukkan aktivitas politik dimana dalam memilih pemimpin agar kita hati-hati, memilih pemimpin itu haruslah yang bisa bertanggung jawab dan bisa mengayomi serta melindungi rakyatnya.
“sambil tersipu Billy lalu menyodorkan sebuah map biru yang dari tadi didekapnya. Di dalamnya berisi secarik kertas yang di atasnya telah terbubuhkan tanda tangan pak lurah. Di balik kertas itu juga ada selembar uang senilai seratus ribu. “ini pasti uang penyogokan” batinnya. Tangannya lalu mulai gemetaran memegang map itu. Maklumlah selama ini hidupnya tertib, tidak pernah menyuap apalagi menerima uang suap”
Dari data di atas menunjukkan kalau menjadi seorang pemimpin harus bersih baik itu hati maupun jiwanya sehingga tidak bisa disuap dan tidak mau menerima uang suapan. Dari data di atas juga kita bisa melihat bagaimana budaya korupsi di Negara kita dari golongan atas sampai tingkat RT.
“menanyakan namanya saja Brill tidak berani, apalagi mau memaki akibat menjajah kampungnya secara terang-terangan mulai mala mini sampai tujuh hari ke depan. Nekad saja. Amplop yang dari tadi dipegangnya lalu disodorkan kembali ke “pak sakerah” ini. Apapun resikonya sebagai ketua RT, Brill harus berani mengambil sikap tegas”
Dari data di atas menunjukkan bagaimana sikap seorang pemimpin yang harus berani dan tegas dalam mengambil keputusan dan menjalani aturan yang sudah disepakati, apapun itu resikonya. Sebagai seorang pemimpin haruslah selalu siap menghadapi berbagai macam persoalan yang dihadapi rakyatnya atau bawahannya.
3.2.2 Analisis Subjek Kolektif
Goldmann (dalam Faruk, 1999: 14) bahwa subjek kolektif tersebut sebagai kelas sosial dalam pengertian Marxis; kelompok itulah yang dalam sejarah telah menciptakan satu pandangan yang lengkap dan menyeluruh mengenai kehidupan dan yang telah mempengaruhi perkembangan sejarah umat manusia hal ini dapat dikaitkan dengan status kelas dalam masyarakat.
1. Status masyarakat kelas bawah
Peter Worsley (1992: 187) mengatakan bahwa status mengacu pada cara bagimana distribusi secara tidak sama, sehingga orang-orang pada tingkatan-tingkat struktur sosial berbeda dipisahkan dari mereka yang berbeda di bawahnya, dan dari “atasan-atasan” berpikir, bertindak dan merasakan yang diterima oleh para anggota dan juga orang-orang luar, yaitu apa yang biasanya disebut “perbedaan kelas”. Hal ini dapat dilihat pada data berikut:
“kau pikir aku bangga jadi ibu RT?? Dari ujung gang sana tadi semua orang sambil membungkukkan badannya menyapaku, “selamat pagi bu RT” kau pikir aku bangga jadi bu RT, bahkan seisi pasar kini hormat padaku dan semuanya menyapa “selamat pagi bu RT”.
Data di atas menunjukkan bahwa istri dari Brill tidak setuju suaminya menjadi ketua RT. Selain itu masyarakat juga masih menganggap RT sebagai pemmpin yangz wajib di hormati. Karena itu setiap orang akan merasa sungkan apabila bertemu dengan pemimpin atau istri dari pemimpin itu sendiri.
2. Status kelas masyarakat atas
Menurut Weber (dalamWorsley,1992: 192) bahwa kita bisa menerima dan menolak orang-orang sebagai sejajr, lebih rendah atau lebih tinggi secara social, tidak hanya atas dasar kedudukan ekonomi mereka, tetapi atas dasar kedudukan sosial mereka secara keseluruhan.
“akhirnya melalui sebuah musyawarah mufakat yang berlangsung singkat, tidak lebih dari 20 menit Brill Herdiyansyah, S.Sos, MA, Phd. Terpilih menjadi ketua RT1/RW7 di kampungnya yang terletak di tengah pasar ini”.
Dari data di atas menunjukkan bahwa seseorang yang mempunyai gelar Doktor akan mudah mendapatkan jabatan dan disegani oleh warganya. Hal ini terbukti Brill terpilih menjadi ketua RT yang dilaksanakan secara musyawarah mufakat yang hanya berlangsung singkat yakni hanya dua puluh menit.
“dia yakin suaminya dengan pendidikan yang tinggi itu suatu saat nanti pasti memperoleh pekerjaan sesuai bidang keahliannya. Sejak menikah 6 bulan yang lalu itulah keduanya bertempat tinggal dikampung tengah pasar ini”
Dari data di atas menyatakan bahwa orang yang mempunyai gelar itu mudah untuk mencari pekerjaan. Karena semakin tinggi gelar maka akan semakin terbuka lebar untuk bekerja yang sesuai dengan bidang keahliannya. Dan para wanita juga akan tidak berpikir dua kali untuk menikahi pria yang mempunyai gelar tinggi, itu menandakan perbedaan gelar juga berpengaruh dalam perjodohan.
“... Di sisi lain Brill sungguh tidak tahu gimana caranya menyampaikan kepada mbah surip, orang yang sudah terlihat sepuh meski baru saja diinformasikan usianya masih 65 tahun, untuk mengatakan bahwa acara tujuhbelasan malam ini tanpa ceramah perjuangan. Brill harus mengatakan itu tanpa membuat tersinggung orang yang bersangkutan”
Dari data di atas menyatakan bahwa orang yang lebih tua dan dianggap sebagai sesepuh di kampong tersebut apa lagi orang tersebut mengaku pernah berjauang membela negaranya orang tersebut masih dihormati meski rakyat atau tetangganya sudah tahu dia berbohong.
“Begini pak RT, saya punya gawe di ujung gang dekat pasar sana. Putrid saya menikah. Jadi saya kemari Cuma minta ijin saja” katanya sembari menempelkan sebuah amplop yangn dilipat jadi dua di tangan pak RT. Dari logatnya Brill tahu lelaki itu berasal dari Madura. “Ya itu tidak banyak, hanya sekedar uang kebersihan saja untuk perayaan selama tujuh hari-tujuh malam” tandasnya sambil menunjuk ke amplop yang masih dipegang Brill”
Dari data di atas dapat dinyatakan bahwa status seseorang juga masih bisa dilihat dari seberapa besar dia punya acara, semakin besar dan lama acara yang iya buat maka masyarakat akan mengaggap dia mempunyai status social yang tinggi yakni orang kaya.
“berita dikoran esok harinya memastikan bahwa pasar itu sengaja dibakar oleh pihak tertentu yang berkepentingan agar dapat dibangun menjadi pasar modern. Sejak saat itu aktivitas perdagangan hasil bumi di kota ini menjadi stuck. Seluruh warga kota menjadi korbannya”
Data di atas menunjukan bahwa banyak orang yang berkuasa tanpa memikirkan orang lain, bahkan dia rela mengorbannkan apa saja untuk mencapai tujuaannya yang dicapai. Jika rakyat kecil masih saja melawan maka pihak yangz berkuasa akan melakukan segala upaya untuk menyingkirkan mereka yang tidak setuju dengan yang diinginkannya.
BAB V
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis penelitian pada Bab III, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1). Gambaran fakta kemanusiaan dalam Cerpen Slum karaya Hanif Nashrullah berupa aktivatas politik, aktivitas sosial dan seni, sedangkan dalam ceerpen tersebut umumnya banyak mengajarkan masalah kehidupan manusia dalam hal bagaimana menjalani hidup bermasyarakat, dan bagaimana manusia mengerti tentang makna hidup didunia.
2). Gambaran subjek kolektif dalam Cerpen Slum karaya Hanif Nashrullah adalah banyaknya perbedaan strata social yang terjadi di tengah masyarakat dan masih berlakunya tindakan atau penindasan terhadap masyrakat bawah.
4.2 Saran
1. Bagi pembaca dan menikmat karya sastra khusunya karya novel bisa dijadikan bahan perbendaharaan atau perbandingan dalam menganalisis strukturalisme genetik dalam cerpen.
2. Penelitian ini jauh dari sempurna kritik dan masukannya menjadi pertimbangan peneliti untuk memperbaikinya.


  DAFTAR PUSTAKA
Damono,S. D. 1978. Sosiologi Sastra sebuah Pengantar. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Faruk, HT. 1992. “Priyayi dalam Dekontroksi” dalam Jawa Pos edisi 4-11 Surabaya: Jawa Pos.
Faruk, HT. 1999. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Faruk HT, 1985-1986: Apa dan Siapa Orang Indonesia.(www./Gamma. co. .id).
Tempo Interaktiv.
Jobrohim. 2001. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Hanindita Graha.
Kleden Ignas. 2004. Sastra Indonesia dalam Enam Pertanyaan Esai-esai Sastra budaya: Pustaka Utama Grafiti
Nurgiyantoro, Burhan.2005. Teori Pengajian Fiksi: Gadja Mada University Press
Ratna, Nyoman Kutha, S.U 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra: Pustaka Belajar.
Ratna Nyoman Kutha, S.U 2003. Paradigma Sosiologi Sastra: Pustaka Belajar
Samak. 1993. Nilai-nilai Sosio-Edukatif dalan novel: “Para Priyayi” karya Umar Kayam. Malang: JPBSI UMM.
Saraswati, Ekrini.2000. Sosiologi Sastra. Malang: JPBSI UMM.
Sumarjo, Yakop. 1982. Masyarakat dan Sastra Indonesia: Yogyakarta: Nur Cahaya.
Sunarto Kamanto, 2004. Pengantar Sosiologi: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Soekanto Soerjono, 2003: Sosiologi Suatu Pengantar. Raja Grafindo Persada
Taum, Yoseph Yapi, M.HUM.1997. Pengantar Teori Sastra: Nusa Indah
Teeuw. A. 1988. Sastra dan Ilmu Sastra, Pengantar Teori Sastra: Jakarta Pustaka Jaya.
Worsley Peter et.al, 1992. Pengantar Sosiologi Sebuah pemandingan: Tiara Wacana Yogya
Harryanto. 1982: Sistem Politik Suatu Pengatar: Liberty Yogyakarta
Padmodarmaya Pramana, 1998: Tata Teknik Pentas. Balai Pustaka
Robson 1971 (id. Wikipedia.org/wiki/priyayi.

Tidak ada komentar: