Senin, 10 Maret 2008

TARI

Iwan Sugianto

Kali ini kita akan membahas apa itu indah secara teoritis abstrak, maka dalam bagian ini kita akan mendaratkannya dalam praksis estetika lewat pelakunya. Kita mulai dengan paparan tari oleh Ibu Edi Sedyawati.

Ibu Edi Sedyawati adalah salah seorang tokoh dan ahli seni tari di Indonesia pada masa ini. Beliau menulis buku: Tari Di Tinjau Dari Berbagai Segi (1981). Sampai sekarang ini masih dipertanyakan batas antara filsafat dengan teori kesenian.

Mengenai seni, khususnya tari, di indonesia sendiri masih sering di tanyakan seni Indonesia itu yang mana? Sekarang ini karya-karya tari tidak semata-mata tari etnik, tetapi juga dari “ediologis” seni modern.

Banyak aspek yang menentukan kehidupan tari di dalam masyarakat. Kegiatan-kegiatan seni yang bersifat ritual dalam kehidupan masyarakat merupaka aspek penting dalam kehidupan tari.

Ada dua pendekatan terhadap seni tari:

  1. Pendekatan Tari Modern

Tari diciptakan dengan melepaskan dengan keterkaitan tradisi, artinya selalu mencari hal-hal baru, bukan hanya tema baru tetapi juga bentuk dan dasar teknik baru.

  1. Pendekatan Tari Tradisional

Di sini kaidah-kaidah keindahan tiap daerah berlainan. Disebut indah bila ada kaidah dasar yang terpenuhi, seperti persyaratan teknik, bentuk, dan ritme. Misalnya:

Tari jawa: tubuh terkontrol dengan baik, torso tetap tegak, (yogya lurus, solo condong ke depan), siku tidak boleh lebih tinggi dari pada pinggang.

Tari bali: tumpuan tidak di tengah kaki tetapi condong ke satu sisi, siku tinggi di atas pinggang.

Tari bali dan jawa sama dalam hal pemakaian sikap lutut ’trun out’ karena pengaruh seni India. Ini bisa dilihat dari relief Candi Borobudur. Selain lutut sikap tangan penari juga sangat di perhatikan. Sejak zaman ini sikap klasik India menjadi standart mutu. Dalam relief borubudur juga ditemukan relief tari rakyat yang mutunya lebih rendah, yaitu tidak memakai “turn out”, tetapi dengan sikap kaki menyatu.

Tari Jawa

Tari jawa bukan kebudayaan yang tunggal, dan tidak dapat ditentukan bentuk umumnya. Harus senantiasa dibedakan antara tari kraton dan tari luar keraton, tari untuk putra dan tari untuk putri, dan lain-lain.

Sekedar untuk membedakan berikut ini ada perbandingan antara tari Bedaya Srimpi (kraton) dan Gambyong (luar kraton):

Tari Srimpi:

1. Di miliki dan dikembangkan oleh raja saja ( hanya milik raja saja), 2. Penarinya pilihan, 3. Tarian ini dianggap suci, 4. Penari dituntut bersikap mengabdi, berbakti sepenuhnya pada tarian itu, 5. Ritmiknya sangat pelan, mengikuti matra yang tetap, 6. Tari ini untuk membangkitkan rasa penonton, maka menekankan pendalaman rasa, 7. Untuk kraton yogyakarta disebut bedaya semang.

Contoh:

  1. Tari Lobong Srimpi

  2. Tari Dhempel Srimpi

  3. Tari Ela-Ela Srimpi

Tari Gambyong

1. berkembang dalam masyarakat, 2. penari dari rakyat, berlatih di luar keraton, bebas menari di mana saja 3. penari bertujuan untuk memikat perhatian penonton, seperti dengan lirikan, gerak leher dan lain-lain.

Tari gambyong merupakan perkembangan bentuk dari tari taledhek. Tari gambyong memiliki bentuk sajian tidak seperti tari bedhaya atau srimpi, tetapi memiliki bentuk sajian hampir sama dengan bentuk tari gambyong sekarang.